Empat hari berturut-turut saya
menulis fiksi. Saya menulisnya rata-rata dalam kurun waktu dua jam, mungkin
lebih tiga puluh atau empat puluh detik. Menuntaskannya dalam sekali tulis, apa
yang terlintas di pikiran langsung dituangkan dalam kata-kata. Seselesainya pun
segera dipublikasi, tanpa ditulis ulang, padahal seorang ahli yang bernama, ah saya
memang payah dalam meangingat nama penemu teori dan tak sempat mencari di
google, mengatakan bahwa sebagian besar first
draft adalah sampah. Tulisan awal harus dipangkas atau diganti bungkus
bahasanya sehingga lebih menarik. Saya hendak menulis buah pikiran, tetapi
rasanya macet sekali.
Apa pasal? Saya berintrospeksi.
Semasa kuliah saya banyak omong
sekali. Bahkan yang remeh temeh saya komentari. Saya memerhatikan sekeliling
saya, dari perilaku teman yang mengesalkan sampai hal-hal kecil seperti kucing
yang selalu berjalan di pinggir got meskipun jalan lebar. Semua hal dikomentari
baik hanya dalam pikiran maupun dilontarkan melalui lisan, kecuali untuk beberapa
hal yang kulit-kulit terluarnya pun tak saya ketahui.
Sebelum beralih ke blogspot, saya mempunyai rumah di multiply sejak tahun 2010. Selama dua
tahun, postingan saya sudah sampai dua ratusan, baik yang berisi pikiran
remeh-temeh maupun tulisan yang butuh pendalaman pikiran sampai tatanan kalimat
pun saya perhatikan. Bahkan waktu itu saya suka menulis juga di notes facebook perihal pendapat saya
terhadap suatu peristiwa atau menceritakan pengalaman saya saja. Banyak sekali
komentar yang berdatangan, sampai ratusan. Seingat saya, setelah itu banyak
teman-teman facebook yang rajin
menulis notes juga dan tulisan mereka
menarik, seakan saya menjadi pemrakarsa, padahal belum tentu juga. Intinya saya
merasa tahu banyak hal sehingga banyak juga hal yang saya bicarakan dan saya bisa
mempertanggungjawabkannya kebenarannya.
Hasilnya? Saya berhasil menulis
dua buku fiksi. Jangan ditanya sudah laku berapa, bukan itu tujuan saya, tetapi
kalau memang banyak yang beli pasti akan saya unjukkan. Maklumi saja, namanya
juga manusia.
Setelah lulus kuliah, keadaan berubah.
Saya berada dalam kondisi yang tak aman. Orang tua bersikap sudah melepaskan,
sedangkan saya belum punya pegangan. Saya merasa dunia tidak lagi di dalam
genggaman. Banyak hal-hal yang berada di luar kuasa saya. Saya bahkan tak bisa
menentukan takdir sendiri. Yang ada hanya ketetapan, peraturan, serta keputusan
dari Yang Di Atas dan atasan. Awalnya saya berkomentar, tetapi lama-lama hal
yang saya komentari itu-itu saja dan komentar saya pun tak berguna, tak akan
mengubah keadaan.
Saya lebih sibuk mengurusi diri
sendiri, memenuhi kebutuhan psikologis yang terganggu karena berada dalam
kondisi yang tak nyaman. Akhirnya saya tak sempat menoleh ke lingkungan. Saya
lebih banyak diam. Komentar saya simpan. Biarlah saya jadi pendengar. Karena
saya terlalu legowo, karena saya terlalu merasa memang begini seharusnya dan
saya hanya harus bersabar. Tak ada lagi keinginan untuk mengubah keadaan, toh
memang sudah terbiasa dihalang-halang. Ini membuat saya bisu beberapa lama. Di
sekeliling saya pun terlalu banyak orang yang berbicara. Saya malas kalau omong
saya hanya akan menambah suara tak berguna. Akhirnya tak ada tulisan nonfiksi yang
bisa saya banggakan dalam masa-masa ini.
Memang tak mungkin menulis bila
tak membaca. Menulis adalah buah pikiran dan buah-buah itu mengambil nutrisi
dari tulisan-tulisan yang kita baca. Pun tak ada istilah bicara dulu tanpa
berpikir karena lisan adalah hasil pikiran yang melontar. Semuanya hasil
pikiran. Seperti kata Descartes, “aku berpikir, maka aku ada” sedangkan bentuk
berpikir adalah berbicara dan menulis (yang merupakan wujud berbicara dalam
huruf-huruf). Oleh karena itu, filosofi tadi bisa diturunkan menjadi “Aku
berbicara, maka aku ada” dan “aku menulis, maka aku ada”. Mau lancar menulis ya
banyak membaca, untuk memperkaya nutrisi, dan juga banyak berbicara. Komentari
semua hal. Latih otak untuk berpikir. Banyaklah bercerita secara lisan. Hal remeh-temeh
sekali pun. Itu akan melatih pikiran kita untuk merunutkan kronologis. Itu
sangat bagus ketika diaplikasikan dalam menulis baik fiksi maupun nonfiksi. Biarlah
orang mau menanggapi atau tidak, toh tujuan kita bukan untuk menghibur mereka,
melainkan untuk meningkatkan kualitas diri sendiri.
Ayo tengok orang di sampingmu dan
berceritalah tentang semuanya. Cerita tentang kisahmu menggosok gigi pagi ini
dan buatlah ia tertarik. Berhenti sejenak membacanya, berhenti sejenak mendengarnya.
Berbicaralah dan menulislah. Beberapa penulis terkenal pun sependapat (saya
bukan penulis terkenal, tetapi ikut sepakat) bahwa tulisan yang baik adalah tulisan
yang membuat pembaca merasa penulis sedang berbicara kepada mereka. Jadi
semakin terbukti bahwa salah satu cara agar dapat menulis dengan lancar adalah
rajin berbicara.
ah, pantesan tulisan gw selama ini kurang bagus. gw bukan orang gampang dan senang bercerita/berbicara :(
BalasHapusPembaca menganggap kualitas tulisan Ernest Hemingway menurun setelah ganti editor. Yap, yang kita butuhkan memang editor yang suka mengemplang kita kalau tulisan terlihat asal-asalan.
HapusPekalah terhadap lingkungan. Maka kamu akan punya bahan tak berbatas untuk dituliskan. - Gita Wiryawan :P
BalasHapusGue sensitif kok sama perkembangan luar, tapi gue memilih untuk tidak bereaksi dan baru sadar ketika kadarnya melebihi batas.
Hapuskalau saya malah kebanyakan bicara, jatuhnya malah dianggap bawel. Menulis memang membantu untuk menyeleksi apa yang sebaiknya keluar dari lisan, jadi menurut saya semakin rajin menulis semakin sistematis cara kita berbicara.
BalasHapusIya makanya. Akan ada efek timbal balik. Banyak berbicara melatih kita mengutarakan sesuatu ketika menulis. Menulis melatih kita menyeleksi hal-hal yang boleh dibicarakan dan membuat cara bicara kita jadi runut. Kedua kemampuan tersebut nanti akan berkembang secara sinergis.
Hapus"saya bukan penulis terkenal, tetapi ikut sepakat" You will, Marli... You will!!! (*__*)
BalasHapusGimana ceritanya gue jadi penulis terkenal kalau lo aja enggak beli buku gue, heh? haha. Nanti aja deh gue nulis buku komersial-idealis dulu baru beli. Udah ada ide tinggal eksekusi. Doain aja diterima penerbit. Soalnya yang dua itu cuma untuk bersenang-senang.
Hapusturut mengaminkan doa di atas comment saya.. ^__^
BalasHapusAah. Gue maunya jadi penulis yang kaya raya. Uang uang uang. $.$
Hapus