Senin, 12 November 2012

Mantra Antidepresi

Peralihan dari status mahasiswa menjadi status calon pegawai negeri sipil seperti yang kita, lulusan 2011, alami mencabut semua daya kita sebagai, yang katanya, agent of change. Kita sendiri bahkan tidak bisa mengubah nasib kita menjadi seperti yang kita mau, nasib di sini dalam arti karier kita di instansi ini. Sama sekali tak ada cara untuk menjadikan prosesnya lebih cepat. Kita hanya bisa menunggu, menopang dagu, mengertakkan jari-jari ke meja, memerhatikan jarum detik jam dinding yang rasanya berdetak terlalu lama, menanti seseorang membalik lembaran kalender ke halaman baru.

Setelah wisuda berembus isu bahwa kita harus mengikuti tes psikologi. Bila gagal, kita takkan menjadi pegawai instansi kita. Banyak tanggapan dan kekecewaan terhadap isu tersebut, ada yang marah-marah, ada yang berlapang dada dan menjalaninya dengan sepenuh hati. Karena kita diberi tahu bahwa setelah tes itu akan berlangsung pemberkasan dan kita akan mulai bekerja sebagai peserta magang per 1 Januari 2012, saya pun menjadi pihak yang berlapang dada dan menjalaninya dengan sepenuh hati.

Kita kembali diabaikan tanpa kabar, padahal saya sudah terlanjur keluar dari tempat magang di sebuah kantor konsultan pajak saya agar bisa magang di tempat yang seharusnya. Saya melamar lagi di tempat lain, kali itu di kantor akuntan publik. Sempat mengaudit perusahaan terbuka dan saya mendapatkan ilmu baru di sana. Tepat sebulan saya magang di sana, akhir Februari, kita diberi kejelasan bahwa kita akan magang per 1 Maret 2012.

Proses magang dikatakan akan berlangsung selama tujuh bulan: sebulan pertama masa orientasi, tiga bulan kedua on job training, tiga bulan terakhir diklat dasar, dan Oktober sudah penempatan definitif. Saya semangat sekali untuk menjalani empat bulan awal, menanti-nanti dimulainya diklat dan penempatan. Saya pikir teman-teman juga begitu, ternyata sayang sekali sejak Juli sampai sekarang kita masih dalam tahap on job training. Pemberkasan selesai Agustus akhir, kemudian tak ada kabar. Saya pun bertanya-tanya, apa selanjutnya? Sampai kapan kita magang? Saya pun jadi tak tenang. Kenapa saya bisa gelisah?


Pemberi harapan palsu—PHP—menjadi julukan kita untuk Pak Bos. Hal itu menjadikan kita sama saja seperti seorang wanita insecure yang berharap pada seorang lelaki mengenai kejelasan statusnya dan yang membuatnya bisa bertahan menjalani sebuah hubungan tanpa kejelasan seperti hanyalah janji-janji manis sang lelaki yang membuat wanita berkeyakinan bahwa setelah semua pengorbanan wanita selesai akan ada hadiah yang menunggunya.

Lalu saya sadar. Apakah konsep itu pula yang membuat seseorang yang religius menjadi tenang mendalami hidup?

Orang-orang yang religius meyakini bahwa ada surga dan neraka setelah kematian mereka. Hal ini membuat mereka selalu berbuat baik dengan janji akan diberi surga dan menghindari perbuatan tercela dengan ancaman dijebloskan ke dalam neraka. Itu sudah menjadi janji Tuhan. Selain itu, mereka percaya bahwa perbuatan baik kepada orang lain akan dibalas dengan perbuatan baik kepada mereka juga. Mereka bisa yakin akan bahwa Tuhan takkan ingkar pun karena mereka dijanjikan pula bahwa Tuhan tak pernah mengingkari janji. Pertanyaan tentang bagaimana bila janji tak ditepati seperti janji manusia tergantung pada keimanan masing-masing.

Dari hal itu saya menyimpulkan bahwa, semakin seseorang percaya pada janji yang diikrarkan untuknya sebagai hadiah pengorbanannya, semakin tenanglah ia menjalani hidup dan terus berkorban. Saya pun bisa menjawab pertanyaan sendiri mengapa saya bisa gelisah menjalani perpanjangan on job training ini adalah karena tak ada lagi janji manis. Palsu atau tidak janji itu, sakit hati atau tidak nantinya, sudah kodrat manusia bahwa saya tetap membutuhkan janji, sebuah mantra antidepresi.

---

NB: Neurosains mengatakan bahwa ketika ada janji, otak merespon dengan menembakkan dopamin ke bagian otak yang bernama reward center, dopamin itulah yang membuat kita termotivasi untuk berkorban melakukan hal-hal demi terpenuhinya janji tersebut, seakan janji tersebut akan terpenuhi dalam waktu dekat. Intinya, menurut neurosains, kita tidak kecanduan janji, tetapi kecanduan dopamin.
Credit to: Andreas Rossi Dewantara.